Minggu, 28 Desember 2008

MENYONGSONG TAHUN BARU 1430 HIJRIYAH

MENGANGKAT BULAN SABIT KEMBALI KE PUNCAK MASJID
Oleh: Kunarso *)

BULAN SABIT atau hilal yang muncul menandai datangnya awal bulan Muharam yaitu bulan pertama dalam Kalender Islam atau dikenal dengan Tahun Hijriyah belakangan ini selalu mendapat perhatian ummat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan khususnya di Kota Samarinda. Berbagai macam agenda acara disusun untuk menyambutnya, ada tablig akbar, pawai, perlombaan, bakti sosial dan pemasangan spanduk di berbagai tempat strategi.
Apabila dicermati catatan sejarah kejadian pada masa lampau, maka dapatlah diketahui bahwa perhatian terhadap hilal sudah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW bahkan beliau memberikan contoh apabila melihat hilal maka beliau berdo'a.Adapun contoh do'a dari Rasulullah Muhammad SAW dalam menyambut munculnya hilal tertera di dalam hadist diriwayatkan oleh Tirmidzi yang artinya sebagai berikut: "Dari Abdullah bin Umar r.a. menyatakan : Rasulullah jika melihat hilal (bulan sabit) lalu membaca: "Allahu Akbar, allahumma Ahillahu "alaina bil amni wal imani wassalamati wal Islami wattaufiqi lima tuhibbu watardha rabbuna wa rabbukallah".(Artinya : Allah Maha Besar, Yaa Allah berikanlah kepada kami hilal (bulan sabit) yang membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keIslaman serta berilah petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan sukai, Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah).Adalah sangat tepat apabila doa tersebut diucapkan oleh segenap penduduk negeri ini pada saat nenyongsong hilal pada awal tahun hijriyah dengan harapan semoga kondisi bangsa dan negara dapat kembali membaik untuk waktu selanjutnya nanti.Dalam kondisi negara dan masyarakat Indonesia yang belum pulih dari suasana keprihatinan sebagai akibat dari berbagai krisis dan berlanjut dengan berbagai bencana yang telah melanda negeri ini, munculnya hilal seolah akan membawa pesan tersendiri bagi umat muslim agar tetap optimis dan bersemangat melangkah maju menuju masa depan yang segera datang. Bagaimana tidak ?
MENGGUGAH SPIRIT
Dengan terbit bulan sabit dapat membuat spirit tergugah untuk berharap bahwa bulan purnama akan datang, Insya Allah. Seperti yang pernah dikatakan oleh Buya Hamka : "Apabila bulan sabit terbit di ufuk barat, maka bolehlah berharap bahwa akan datang bulan purnama".Boleh jadi para ulama dan umat muslim di masa lampau sengaja memilih bulan sabit sebagai lambang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang. Lambang yang penuh arti dan makna itu telah sekian lama menjadi kebanggaan umat muslim dan dipasang di puncak menara dan kubah masjid. Lebih dari itu, berbagai organisasi Islam menggunakannya sebagai lambang yang memberi makna untuk membesar dan berkembang di masa selanjutnya. Tidak heran apabila ternyata kemudian ada juga umat muslim yang menggunakannya sebagai ornamen penghias rumahnya.Walaupun ada sementara orang yang tak peduli dengan arti penting lambang dan simbol, adalah tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia hampir selalu dihadapkan dengan lambang dan simbol. Ketika di rumah membaca buku, maka seseorang menghadapi lambang atau simbol bunyi berupa huruf dan ketika berjalan di jalan raya maka akan banyak terbantu oleh adanya lambang dan simbol pemberi petunjuk sehingga lalulintas menjadi lancar. Ketika beribadah, ternyata bahwa sebagian acara ritual ibadah agama Islam merupakan lambang yang penuh arti dan makna.Ibadah haji contohnya, disana ada ritual melempar jumroh yang dilambangkan sebagai perlawanan terhadap syeitan yang menjadi musuh nyata umat manusia. Penyembelihan kurban dilambangkan sebagai ketaatan umat muslim memenuhi perintah Allah, SWT sebagaimana kesediaan Nabi Ibrahim mengorbankan putra yang disayanginya semata memenuhi perintah Yang Maha Kuasa. Bukan darah dan daging kurban yang akan sampai kepada Allah SWT melainkan taqwa.
MENGANGKAT BULAN SABIT
Penggunaan bulan sabit sebagai simbol di puncak masjid sudah sejak lama dilakukan oleh ummat muslim di masa lalu, kemudian setelah beberapa dekade sempat berkembang penggunaan simbol yang lain, maka kini kecenderungan terhadap penggunaan kembali lambang hilal atau bulan sabit kian berkembang dan semakin meluas setelah dipelopori oleh beberapa masjid besar kebangganan ummat muslim masa kini antara lain Masjid Agung Surabaya Jawa Timur dan Masjid Islamic Centre Samarinda Kalimantan Timur.Tidak mustahil jika kemudian nanti akan semakin banyak lagi masjid baru yang memasang lambang hilal atau bulan sabit di atas kubah atau menara tanpa perlu menunggu adanya gerakan mengangkat bulan sabit kembali ke puncak masjid. Jika betul demikian, semangat dan optimisme ummat muslim untuk terus bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan gemilang bisa jadi akan dapat menjadi kenyataan bagaikan bulan sabit yang dari kecil kian membesar menjadi purnama yang menyinari Bumi ketika diselimuti kegelapan malam sehingga menjadi terang benderang, InsyaAllah.Pada saat mengawali tahun baru hijriyah, ada baiknya jika segenap ummat muslim belajar untuk dapat mengerti dan memahami tentang manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah.Perhitungan Kalender Tahun Hijriyah adalah berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, sedangkan perhitungan Kalender Tahun Miladiyah berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Lamanya waktu dalam setahun menurut perhitungan Tahun Hijriyah adalah 354 hari, sedangkan menurut perhitungan Tahun Miladiyah adalah 365 hari.Sebenarnya jumlah hari dalam setahun tidak persis seperti angka tersebut, tetapi ada kelebihan beberapa jam, beberapa menit dan beberapa detik. Untuk koreksi terhadap adanya kelebihan waktu tersebut yang jumlahnya dalam empat tahun mencapai satu hari lebih, angka dalam perhitungan tahun Miladiyah setiap empat tahun ditambahkan satu hari yang diletakkan di bulan Februari. Bulan Februari yang biasanya adalah 28 hari pada tahun kabisat yang terjadi empat tahun sekali itu jumlahnya menjadi 29 hari seperti yang terjadi pada tahun 2000 Miladiyah.Tak perlu heran, bahwa karena adanya perbedaan sebelas hari dalam setahun antara perhitungan Tahunn Hijriyah dan Tahun Miladiyah, maka dapat terjadi dua 'Idul Fitri pada tahun 2000 Miladiyah. Hal tersebut dapat terjadi karena menurut perhitungan Tahun Hijriyah telah mencapai setahun, tetapi menurut perhitungan tahun Miladiyah masih perlu melengkapi beberapa hari lagi sampai mencapai akhir Desember.Nama Tahun Islam dikenal dengan Tahun hijriyah karena perhitungan awwal dimulai dari tahun terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, tahun kalender yang berlaku umum disebut dengan Tahun Miladiyah karena dianggap perhitungannya dimulai dari tahun kelahiran (milad) Nabi Isa A.S. Manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah adalah agar ummat Muslim terdorong untuk berhijrah meninggalkan kondisi yang jelek menuju kondisi yang baik.

*Tulisan ini disajikan kembali dengan penggantian judul sesuai ide awal penulisannya dan ada juga sedikit perbaikan isi dari yang telah dimuat di Suara Kaltim tanggal 8 dan 9 April 2000 di halaman 7   dan di Harian Kutai Baru 29  dan 30 Maret 2001 Halaman 7.
*) Penulis: Pemerhati Lambang dan Simbol, Tinggal di Loa Bakung Samarinda.

TANAMAN AREN SEMAKIN NGETREN

“TANAMAN AREN SEMAKIN NGETREN”
Oleh : Kunarso *)



Tanaman aren (Arenga pinata) adalah termasuk plasma nutfah tanaman perkebunan yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat karena memiliki banyak kegunaan. Hampir semua bagian tanaman aren ini berguna, baik untuk pangan, bahan baku industri maupun energi terbarukan. Aren juga memiliki kemampuan fungsi hidrologi yang tinggi sehingga sangat cocok untuk tanaman konservasi. Belakangan ini pamor aren semakin ngetren seiring dengan “Revolusi Aren” terkait dengan pemanfaatan niranya untuk bahan bio-etanol.

Tanaman aren bisa menjadi tanaman konservasi. Hal ini ditunjukkan bahwa aren banyak dijumpai di lokasi yang berbukit dan rawan bencana alam, tanah longsor dan banjir. Pohon aren juga bisa menghambat erosi. Selain itu dengan sistem agrofprestry, tanaman aren juga banyak dimanfaatkan untuk daerah aliran sungai (DAS).
Di Kalimantan Timur tanaman ini banyak dijumpai di lereng gunung, lembah dan aliran sungai. Tak heran di beberapa daerah yang banyak arennya masih ditemui air yang jernih dan awet (melimpah di musim hujan dan kemarau).

Wim Tangkilisan dalam tulisannya berjudul “Global warning dan Revolusi Aren” mengungkapkan bahwa dari pohon aren, manusia bisa mengambil ijuk, daun untuk atap rumah, batang dan pelepah untuk bahan bangunan, buah muda untuk kolang-kaling yang membuat nikmat kolak, dan cairan manis (nira) segar yang langsung bisa diteguk. Dari cairan manis berwarna putih ini, penduduk juga membuat minuman keras lewat proses penyulingan. Penduduk di sejumlah wilayah Indonesia timur menyebut minuman yang sudah disuling ini dengan sebutan tuak. Di Manado, minuman keras dari nira ini populer dengan nama cap tikus.

Kini, hasil penelitian terbaru menunjukkan dahsyatnya manfaat pohon aren atau sugar palm dalam bahasa Inggris. Ternyata, nira mampu menghasilkan biofuel dengan tingkat produktivitas empat kali crude palm oil (CPO) atau minyak sawit.
Beda dengan pohon kelapa sawit yang 'egoistik' dalam arti tidak bisa hidup berdampingan dengan pohon lain, aren bisa bertumbuh subur di tengah pepohonan lain dan semak-semak. Jika untuk menanam sawit, pemilik lahan harus membabat semua pohoh lain, lahan untuk aren tidak perlu didahului dengan membabat hutan. Aren adalah jenis pohon yang ramah lingkungan.
Dengan akarnya sedalam enam-delapan meter, pohon aren sangat efektif menarik dan menahan air. Aren bisa tumbuh di dataran, lereng bukit, dan gunung hingga ketinggian 1.400 meter dari permukaan laut.

Aren juga biasa tumbuh dengan subur di tengah hutan. Di kawasan aren di Sulawesi Utara yang dibudidayakan pengusaha nasional Hashim Djojohadikusumo, sejumlah hewan yang lima tahun silam sempat hilang, kini kembali ada. Hutan aren menjadi habitat babi hutan dan rusa. "Jika sebelumnya tanah tandus, tidak ada air, kini di sejumlah tempat muncul mata air," kata Hashim.
Tidak seperti singkong dan tebu yang dipanen tiga-empat bulan sekali, aren dapat dipanen sepanjang tahun. Satu pohon aren bisa menghasilkan nira sebanyak 20 liter per hari dan 10% di antaranya bisa diproses menjadi etanol.
Usia panen aren enam-delapan tahun. Tapi, sangat produktif. Setiap satu hektare, kata Kepala Bagian Jasa Iptek Puslit kimia LIPI Dr Hery Haeruddin, bisa ditanami 75-100 pohon. Dengan demikian, setiap hektare bisa menghasilkan 1.000 liter nira dan 100 liter etanol per hari.

Dari semua bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN), aren (Arenga Pinnata) merupakan yang paling potensial untuk dijadikan BBM alternatif itu. Produktivitasnya mengalahkan semua biomassa lainnya. Hal itu diungkapkan Direktur Teknologi Pengembangan Sumber Energi Nabati untuk Substitusi BBM Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Unggul Priyanto, dalam seminar di Hotel Gran Puri, Jl Sam Ratulangie, Manado (30/7/2007).
"Aren itu bisa memproduksi bioethanol 40 ribu liter per hektar setiap tahun," ungkap Unggul yang juga Ketua Panitia Ekspedisi BBN 2007.Nira yang dihasilkan Aren mengalahkan jumlah bioethanol yang dihasilkan ubi, kentang, tetes tebu, jagung, sagu dan lain-lain. Bahkan jika dibandingkan dengan biomassa penghasil biodiesel untuk pengganti solar, aren tetap paling produktif. Singkatnya, kini tanaman aren semakin ngetren.

*) Ir. Kunarso, MP. Kepala UPTD-P2BP Disbun Provinsi Kalimantan Timur,
Sekretaris Pokja Bidang Perkebunan Komda Plasma Nutfhah Provinsi Kalimantan Timur.
14-12-2008
e-mail : http://www.azkun.blogspot.com.

Riwayat Admin

Kunarso putra Desa Cabean, Kecamatan Sawahan, Kab. Madiun dari Bapak Soeroyo Hadiwidjoyo dengan Ibu Hj. Siti Rukayah, lahir tangal 12 April tahun 1954. Putra pertama dari delapan bersaudara, secara berurutan 7 adiknya adalah Ir.Kushadi, Warsito, Darmono, Handayani, Kartika Wulan (almarhumah), Sugiharti dan yang paling kecil Kusuma Wijayanti. Alumni SD Negeri Cabean 1961-1967, SMP Jiwan di Kincang 1968-1969, SMP Muhammadiyah Madiun 1969-1970, SPMA MAdiun 1971-1973, Fakultas Pertanian UPN Veteran Cabang Jawa Timur di Surabaya 1974-1982, Program Pasca Sarjana Ilmu Pertanian Tropika Basah Universitas Mulawarman Samarinda tamat tahun 2006. Sejak 1982 bekerja di Dinas Perkebunan Kalimantan Timur dan bulan Februari 2009 menjadi Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur kemudian pensiun mulai 1 Mei 2010 Alhamdulillah dengan Nurwati istrinya, Allah SWT memberikan karunia tiga orang anak, satu putri dan dua putra, yaitu Dina Kunti Rindasari (1986), Dirawan Azhar (1990) dan Ismail Nurazkun (1993).

MENYONGSONG TAHUN BARU HIJRIYAH

MENGANGKAT BULAN SABIT KEMBALI KE PUNCAK MASJID
Oleh: Kunarso

BULAN SABIT atau hilal yang muncul menandai datangnya awal bulan Muharam yaitu bulan pertama dalam Kalender Islam atau dikenal dengan Tahun Hijriyah belakangan ini selalu mendapat perhatian ummat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan khususnya di Kota Samarinda. Berbagai macam agenda acara disusun untuk menyambutnya, ada tablig akbar, pawai, perlombaan, bakti sosial dan pemasangan spanduk di berbagai tempat strategi.
Apabila dicermati catatan sejarah kejadian pada masa lampau, maka dapatlah diketahui bahwa perhatian terhadap hilal sudah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW bahkan beliau memberikan contoh apabila melihat hilal maka beliau berdo'a.Adapun contoh do'a dari Rasulullah Muhammad SAW dalam menyambut munculnya hilal tertera di dalam hadist diriwayatkan oleh Tirmidzi yang artinya sebagai berikut: "Dari Abdullah bin Umar r.a. menyatakan : Rasulullah jika melihat hilal (bulan sabit) lalu membaca: "Allahu Akbar, allahumma Ahillahu "alaina bil amni wal imani wassalamati wal Islami wattaufiqi lima tuhibbu watardha rabbuna wa rabbukallah".(Artinya : Allah Maha Besar, Yaa Allah berikanlah kepada kami hilal (bulan sabit) yang membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keIslaman serta berilah petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan sukai, Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah).Adalah sangat tepat apabila doa tersebut diucapkan oleh segenap penduduk negeri ini pada saat nenyongsong hilal pada awal tahun hijriyah dengan harapan semoga kondisi bangsa dan negara dapat kembali membaik untuk waktu selanjutnya nanti.Dalam kondisi negara dan masyarakat Indonesia yang belum pulih dari suasana keprihatinan sebagai akibat dari berbagai krisis dan berlanjut dengan berbagai bencana yang telah melanda negeri ini, munculnya hilal seolah akan membawa pesan tersendiri bagi umat muslim agar tetap optimis dan bersemangat melangkah maju menuju masa depan yang segera datang. Bagaimana tidak ?

MENGGUGAH SPIRIT
Dengan terbit bulan sabit dapat membuat spirit tergugah untuk berharap bahwa bulan purnama akan datang, Insya Allah. Seperti yang pernah dikatakan oleh Buya Hamka : "Apabila bulan sabit terbit di ufuk barat, maka bolehlah berharap bahwa akan datang bulan purnama".Boleh jadi para ulama dan umat muslim di masa lampau sengaja memilih bulan sabit sebagai lambang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang. Lambang yang penuh arti dan makna itu telah sekian lama menjadi kebanggaan umat muslim dan dipasang di puncak menara dan kubah masjid. Lebih dari itu, berbagai organisasi Islam menggunakannya sebagai lambang yang memberi makna untuk membesar dan berkembang di masa selanjutnya. Tidak heran apabila ternyata kemudian ada juga umat muslim yang menggunakannya sebagai ornamen penghias rumahnya.Walaupun ada sementara orang yang tak peduli dengan arti penting lambang dan simbol, adalah tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia hampir selalu dihadapkan dengan lambang dan simbol. Ketika di rumah membaca buku, maka seseorang menghadapi lambang atau simbol bunyi berupa huruf dan ketika berjalan di jalan raya maka akan banyak terbantu oleh adanya lambang dan simbol pemberi petunjuk sehingga lalulintas menjadi lancar. Ketika beribadah, ternyata bahwa sebagian acara ritual ibadah agama Islam merupakan lambang yang penuh arti dan makna.Ibadah haji contohnya, disana ada ritual melempar jumroh yang dilambangkan sebagai perlawanan terhadap syeitan yang menjadi musuh nyata umat manusia. Penyembelihan kurban dilambangkan sebagai ketaatan umat muslim memenuhi perintah Allah, SWT sebagaimana kesediaan Nabi Ibrahim mengorbankan putra yang disayanginya semata memenuhi perintah Yang Maha Kuasa. Bukan darah dan daging kurban yang akan sampai kepada Allah SWT melainkan taqwa.

MENGANGKAT BULAN SABIT
Penggunaan bulan sabit sebagai simbol di puncak masjid sudah sejak lama dilakukan oleh ummat muslim di masa lalu, kemudian setelah beberapa dekade sempat berkembang penggunaan simbol yang lain, maka kini kecenderungan terhadap penggunaan kembali lambang hilal atau bulan sabit kian berkembang dan semakin meluas setelah dipelopori oleh beberapa masjid besar kebangganan ummat muslim masa kini antara lain Masjid Agung Surabaya Jawa Timur dan Masjid Islamic Centre Samarinda Kalimantan Timur.Tidak mustahil jika kemudian nanti akan semakin banyak lagi masjid baru yang memasang lambang hilal atau bulan sabit di atas kubah atau menara tanpa perlu menunggu adanya gerakan mengangkat bulan sabit kembali ke puncak masjid. Jika betul demikian, semangat dan optimisme ummat muslim untuk terus bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan gemilang bisa jadi akan dapat menjadi kenyataan bagaikan bulan sabit yang dari kecil kian membesar menjadi purnama yang menyinari Bumi ketika diselimuti kegelapan malam sehingga menjadi terang benderang, InsyaAllah.Pada saat mengawali tahun baru hijriyah, ada baiknya jika segenap ummat muslim belajar untuk dapat mengerti dan memahami tentang manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah.Perhitungan Kalender Tahun Hijriyah adalah berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, sedangkan perhitungan Kalender Tahun Miladiyah berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Lamanya waktu dalam setahun menurut perhitungan Tahun Hijriyah adalah 354 hari, sedangkan menurut perhitungan Tahun Miladiyah adalah 365 hari.Sebenarnya jumlah hari dalam setahun tidak persis seperti angka tersebut, tetapi ada kelebihan beberapa jam, beberapa menit dan beberapa detik. Untuk koreksi terhadap adanya kelebihan waktu tersebut yang jumlahnya dalam empat tahun mencapai satu hari lebih, angka dalam perhitungan tahun Miladiyah setiap empat tahun ditambahkan satu hari yang diletakkan di bulan Februari. Bulan Februari yang biasanya adalah 28 hari pada tahun kabisat yang terjadi empat tahun sekali itu jumlahnya menjadi 29 hari seperti yang terjadi pada tahun 2000 Miladiyah.Tak perlu heran, bahwa karena adanya perbedaan sebelas hari dalam setahun antara perhitungan Tahunn Hijriyah dan Tahun Miladiyah, maka dapat terjadi dua 'Idul Fitri pada tahun 2000 Miladiyah. Hal tersebut dapat terjadi karena menurut perhitungan Tahun Hijriyah telah mencapai setahun, tetapi menurut perhitungan tahun Miladiyah masih perlu melengkapi beberapa hari lagi sampai mencapai akhir Desember.Nama Tahun Islam dikenal dengan Tahun hijriyah karena perhitungan awwal dimulai dari tahun terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, tahun kalender yang berlaku umum disebut dengan Tahun Miladiyah karena dianggap perhitungannya dimulai dari tahun kelahiran (milad) Nabi Isa A.S. Manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah adalah agar ummat Muslim terdorong untuk berhijrah meninggalkan kondisi yang jelek menuju kondisi yang baik.

****Tulisan ini disajikan kembali dengan penggantian judul sesuai ide awal penulisannya dan ada juga sedikit perbaikan isi dari yang telah dimuat di Suara Kaltim tanggal 8 dan 9 April 2000 di halaman 7   dan di Harian Kutai Baru 29  dan 30 Maret 2001 Halaman 7.
*) Penulis: Pemerhati Lambang dan Simbol, Tinggal di Loa Bakung Samarinda.

MENGANGKAT BULAN SABIT

MENGANGKAT BULAN SABIT KEMBALI KE PUNCAK MASJID
Oleh: Kunarso

BULAN SABIT atau hilal yang muncul menandai datangnya awal bulan Muharam yaitu bulan pertama dalam Kalender Islam atau dikenal dengan Tahun Hijriyah belakangan ini selalu mendapat perhatian ummat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan khususnya di Kota Samarinda. Berbagai macam agenda acara disusun untuk menyambutnya, ada tablig akbar, pawai, perlombaan, bakti sosial dan pemasangan spanduk di berbagai tempat strategi.

Apabila dicermati catatan sejarah kejadian pada masa lampau, maka dapatlah diketahui bahwa perhatian terhadap hilal sudah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW bahkan beliau memberikan contoh apabila melihat hilal maka beliau berdo'a.Adapun contoh do'a dari Rasulullah Muhammad SAW dalam menyambut munculnya hilal tertera di dalam hadist diriwayatkan oleh Tirmidzi yang artinya sebagai berikut: "Dari Abdullah bin Umar r.a. menyatakan : Rasulullah jika melihat hilal (bulan sabit) lalu membaca: "Allahu Akbar, allahumma Ahillahu "alaina bil amni wal imani wassalamati wal Islami wattaufiqi lima tuhibbu watardha rabbuna wa rabbukallah".(Artinya : Allah Maha Besar, Yaa Allah berikanlah kepada kami hilal (bulan sabit) yang membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keIslaman serta berilah petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan sukai, Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah).Adalah sangat tepat apabila doa tersebut diucapkan oleh segenap penduduk negeri ini pada saat nenyongsong hilal pada awal tahun hijriyah dengan harapan semoga kondisi bangsa dan negara dapat kembali membaik untuk waktu selanjutnya nanti.Dalam kondisi negara dan masyarakat Indonesia yang belum pulih dari suasana keprihatinan sebagai akibat dari berbagai krisis dan berlanjut dengan berbagai bencana yang telah melanda negeri ini, munculnya hilal seolah akan membawa pesan tersendiri bagi umat muslim agar tetap optimis dan bersemangat melangkah maju menuju masa depan yang segera datang. Bagaimana tidak ?

MENGGUGAH SPIRIT
Dengan terbit bulan sabit dapat membuat spirit tergugah untuk berharap bahwa bulan purnama akan datang, Insya Allah. Seperti yang pernah dikatakan oleh Buya Hamka : "Apabila bulan sabit terbit di ufuk barat, maka bolehlah berharap bahwa akan datang bulan purnama".Boleh jadi para ulama dan umat muslim di masa lampau sengaja memilih bulan sabit sebagai lambang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang. Lambang yang penuh arti dan makna itu telah sekian lama menjadi kebanggaan umat muslim dan dipasang di puncak menara dan kubah masjid. Lebih dari itu, berbagai organisasi Islam menggunakannya sebagai lambang yang memberi makna untuk membesar dan berkembang di masa selanjutnya. Tidak heran apabila ternyata kemudian ada juga umat muslim yang menggunakannya sebagai ornamen penghias rumahnya.Walaupun ada sementara orang yang tak peduli dengan arti penting lambang dan simbol, adalah tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia hampir selalu dihadapkan dengan lambang dan simbol. Ketika di rumah membaca buku, maka seseorang menghadapi lambang atau simbol bunyi berupa huruf dan ketika berjalan di jalan raya maka akan banyak terbantu oleh adanya lambang dan simbol pemberi petunjuk sehingga lalulintas menjadi lancar. Ketika beribadah, ternyata bahwa sebagian acara ritual ibadah agama Islam merupakan lambang yang penuh arti dan makna.Ibadah haji contohnya, disana ada ritual melempar jumroh yang dilambangkan sebagai perlawanan terhadap syeitan yang menjadi musuh nyata umat manusia. Penyembelihan kurban dilambangkan sebagai ketaatan umat muslim memenuhi perintah Allah, SWT sebagaimana kesediaan Nabi Ibrahim mengorbankan putra yang disayanginya semata memenuhi perintah Yang Maha Kuasa. Bukan darah dan daging kurban yang akan sampai kepada Allah SWT melainkan taqwa.

MENGANGKAT BULAN SABIT
Penggunaan bulan sabit sebagai simbol di puncak masjid sudah sejak lama dilakukan oleh ummat muslim di masa lalu, kemudian setelah beberapa dekade sempat berkembang penggunaan simbol yang lain, maka kini kecenderungan terhadap penggunaan kembali lambang hilal atau bulan sabit kian berkembang dan semakin meluas setelah dipelopori oleh beberapa masjid besar kebangganan ummat muslim masa kini antara lain Masjid Agung Surabaya Jawa Timur dan Masjid Islamic Centre Samarinda Kalimantan Timur.Tidak mustahil jika kemudian nanti akan semakin banyak lagi masjid baru yang memasang lambang hilal atau bulan sabit di atas kubah atau menara tanpa perlu menunggu adanya gerakan mengangkat bulan sabit kembali ke puncak masjid. Jika betul demikian, semangat dan optimisme ummat muslim untuk terus bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan gemilang bisa jadi akan dapat menjadi kenyataan bagaikan bulan sabit yang dari kecil kian membesar menjadi purnama yang menyinari Bumi ketika diselimuti kegelapan malam sehingga menjadi terang benderang, InsyaAllah.Pada saat mengawali tahun baru hijriyah, ada baiknya jika segenap ummat muslim belajar untuk dapat mengerti dan memahami tentang manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah.Perhitungan Kalender Tahun Hijriyah adalah berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, sedangkan perhitungan Kalender Tahun Miladiyah berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Lamanya waktu dalam setahun menurut perhitungan Tahun Hijriyah adalah 354 hari, sedangkan menurut perhitungan Tahun Miladiyah adalah 365 hari.Sebenarnya jumlah hari dalam setahun tidak persis seperti angka tersebut, tetapi ada kelebihan beberapa jam, beberapa menit dan beberapa detik. Untuk koreksi terhadap adanya kelebihan waktu tersebut yang jumlahnya dalam empat tahun mencapai satu hari lebih, angka dalam perhitungan tahun Miladiyah setiap empat tahun ditambahkan satu hari yang diletakkan di bulan Februari. Bulan Februari yang biasanya adalah 28 hari pada tahun kabisat yang terjadi empat tahun sekali itu jumlahnya menjadi 29 hari seperti yang terjadi pada tahun 2000 Miladiyah.Tak perlu heran, bahwa karena adanya perbedaan sebelas hari dalam setahun antara perhitungan Tahunn Hijriyah dan Tahun Miladiyah, maka dapat terjadi dua 'Idul Fitri pada tahun 2000 Miladiyah. Hal tersebut dapat terjadi karena menurut perhitungan Tahun Hijriyah telah mencapai setahun, tetapi menurut perhitungan tahun Miladiyah masih perlu melengkapi beberapa hari lagi sampai mencapai akhir Desember.Nama Tahun Islam dikenal dengan Tahun hijriyah karena perhitungan awwal dimulai dari tahun terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, tahun kalender yang berlaku umum disebut dengan Tahun Miladiyah karena dianggap perhitungannya dimulai dari tahun kelahiran (milad) Nabi Isa A.S. Manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah adalah agar ummat Muslim terdorong untuk berhijrah meninggalkan kondisi yang jelek menuju kondisi yang baik.

*Tulisan ini disajikan kembali dengan penggantian judul sesuai ide awal penulisannya dan ada juga sedikit perbaikan isi dari yang telah dimuat di Suara Kaltim tanggal 8 dan 9 April 2000 di halaman 7   dan di Harian Kutai Baru 29  dan 30 Maret 2001 Halaman 7.
*) Penulis: Pemerhati Lambang dan Simbol, Tinggal di Loa Bakung Samarinda.

SERAGAM KORPRI

Kaltim Post Jumat, 23 Januari 2004
Mencermati Seragam Baru KorpriDari Perisai Garuda Tanpa Bintang sampai dengan Tata Letak Daun Berkarang
Oleh Ir Kunarso
(Pemerhati lambang dan simbol)

TELAH dua kali baju seragam KORPRI mengalami perubahan, hal ini tak lepas dari keinginan organisasi pegawai ini untuk semakin mandiri, maju dan berkembang.
Perubahan pertama pada tahun sembilan puluhan, baju seragam KORPRI yang semula didominasi warna biru dengan gambar rumah di bawah pohon beringin diganti dengan gambar Punokawan yaitu tokoh wayang yang kerjaannya banyak bergurau, serta gambar monyet di hutan. Protes pun bermunculan, sehingga pencetakan kain seragam yang telah dikontrakkan ke Koperasi Batik di Jawa Tengah terpaksa dibatalkan. Koperasi pun dirugikan. Seragam KOPRI lama digunakan lagi. Kini kembali, baju seragam KORPRI mengalami perubahan. Tak jauh beda dengan perubahan yang pertama, perubahan yang kedua inipun mulai terdengar adanya berbagai komentar. Bahkan berita di berbagai media nusantara tak melewatkan tentang adanya reaksi terhadap pembuatan seragam KORPRI yang baru. Di Jawa, seorang bupati marah karena untuk pembuatan seragam baru membebani anggota KORPRI dengan memotong gaji.
Menyoal Arti Gambar
Dari pengalaman yang cermat terhadap seragam KORPRI yang baru, tidak mustahil timbul berbagai pertanyaan mendasar tentang arti dan maksud gambar yang ada. Pertanyaan itu adalah wajar, karena sebagian anggota KORPRI masih memiliki jati diri dan tidak mudah untuk mau memakai simbol-simbol yang tidak dimengerti. Apalagi jika mengandung simbol yang bertentangan dengan hati nurani.
Apalagi adanya pergantian seragam ini tidak diawali dengan sosialisasi. Alangkah indahnya, jika rencana perubahan motif seragam didahului dengan menggali masukan dari anggota jika perlu diseminarkan dulu agar ada koreksi bila ada kekeliruan.
Perisai Tanpa Bintang
Apabila dicermati, yang terlihat dari seragam baru KORPRI yaitu adanya gambar Burung Garuda, daun-daunan dan garis saling menyilang.
Berbeda dengan Garuda Pancasila Lambang Negara Indonesia, perisai yang tergantung di leher Garuda pada seragam baru KORPRI ternyata kosong, tanpa ada gambarnya, baik bintang, beringin, kepala banteng, rantai maupun padi dan kapas yang sebelumnya dipahami sebagai simbol dari Pancasila. Belum ada penjelasan tentang hilangnya gambar yang menjadi simbol negara itu dari perisai Garuda seragam baru KORPRI, apakah memang demikian menurut keputusan, ataukah ada kesalahan di pencetakan. Mungkinkah hilangnya gambar itu karena diambil untuk menjadi lambang oleh berbagai Partai Peserta Pemilu 2004, atau memang KORPRI yang baru telah demikian berani untuk menyatakan bahwa lambang itu tidak perlu lagi sehingga merasa tidak peduli dan membiarkannya hilang dari dada anggota KORPRI.
Tentang hilangnya gambar bintang dari perisai Burung Garuda, bukan baru kali ini penulis jumpai. Pada tanggal 15 November tahun 2000, ketika Menhutbun saat itu Dr Nur Mahmudi Ismail berada di Gedung Kehutanan, jalan Kusuma Bangsa Samarinda menghadiri suatu acara, segenap undangan yang hadir sempat tertegun saat seorang peserta memberi informasi yang dinilai amat penting sebelum bertanya. Informasi yang disampaikan adalah bahwa pada saat MPR masih terus bersidang menyiapkan amandemen UUD tidak terkecuali membahas dengan hati-hati yang berkaitan dengan lambang negara, ternyata di daerah sudah jauh lebih maju seperti yang terlihat di belakang Bapak Menteri, lambang Burung Garuda itu tanpa bintang.
Bunga Liar Biasa di Belukar
Tentang gambar daun, belum juga ada penjelasan daun apa gerangan sehingga patut dibanggakan dan ditempel di seragam KORPRI untuk dipakai dan dibawa mondar-mandir oleh anggotanya. Alangkah baiknya apabila lambang daun yang dimaksud adalah lambang daun dari tumbuhan produktif dan bernilai tinggi. Jika demikian akan dapat menggambarkan keinginan organisasi ini agar anggotanya mempunyai jiwa yang mulia dan bermanfaat untuk kemajuan negeri. Sebaliknya apabila ternyata bahwa lambang daun itu adalah daun tumbuhan liar, maksimal manfaat yang diperoleh dalah sekadar hiasan penyejuk pemandangan jika dipindah di halaman depan rumah.
Jika memang tumbuhan ini yang dimaksud, lalu apa gerangan yang dibanggakan dan diambil motivasi sehingga perlu menempel terus di baju seragam KORPRI?
Dari tata letak daun, identifikasi suatu tanaman dapat dilakukan. Diketahui ada tumbuhan yang setiap buku batangnya hanya terdapat satu daun saja, ada tumbuhan yang setiap buku batangnya terdapat dua daun yang berhadapan dan ada pula tumbuhan yang setiap buku batangnya terdapat lebih dari dua daun.
Tumbuhan yang pada setiap buku batangnya hanya terhadap satu daun dikatakan bahwa tata letak daun yang demikian dinamakan tersebar (folio sparsa). Walaupun dinamakan tersebar, tetapi jika diteliti justru akan kita jumpai hal-hal yang sangat menarik, dan akan ternyata bahwa ada hal-hal yang bersifat beraturan. Dalam hal ini ada rumus daun, sudut divergensi dan deret Fibonacci. Pada berbagai tumbuhan dengan tata letak daun tersebar, kadang-kadang kelihatan daun-daun yang duduk daunnya rapat berjejal-jejal, yaitu jika ruas batangnya amat pendek. Daun yang mempunyai susunan demikian disebut roset (rosula). Ada roset akar, yang berjejal di dekat tanah, misalnya pada lobak (Raphanus sativus L), dan ada roset batang yang rapat berjejal di ujung batang, misalnya pohon kelapa (Cocos nucifera L).
Tumbuhan yang pada setiap buku batangnya terdapat dua daun, letaknya berhadapan (terpisah dengan jarak sebesar 180 derajat) dinamakan tata letak daun berhadapan-bersilang (folio opposita), misalnya pada mengkudu (Morinda citrifolia L).
Sedangkan tumbuhan yang pada setiap bukunya terdapat lebih dari dua daun dinamakan tata letak daun berkarang (folio verticillata).
Gambar daun yang terdapat pada baju seragam KORPRI rupanya termasuk tata letak daun berkarang, yaitu pada satu buku batang terhadap lebihd ari dua helai daun, atau tepatnya ada empat helai daun. Daun tumbuhan apakah ada yang demikian, setelah penulis mencoba mencari ternyata tata letak daun yang demikian terdapat pada tumbuhan liar yang sering tumbuh di belukar, berbunga kuning, indah memang, tetapi banyak bergetah.
Dambakan KORPRI yang Lurus
Dambaan untuk menjadikan KORPRI dimasa depan menjadi organisasi mandiri yang bersih dan lurus terkandung dalam sambutan Presiden Megawati pada saat Hari Ulang Tahun KORPRI bulan Desember 2003 yang baru lalu. Diharapkan silang melintang perjalanan KORPRI dimasa lalu yang sering terbawa oleh arus politik saat itu, tidak terulang lagi dimasa yang akan datang, karena jika terus demikian bukan saja merugikan anggotanya tetapi juga merugikan bangsa dan negara. Akan tetapi jika kembali mencermati seragam baru KORPRI, ternyata garis silang melintang amat sangat nyata mendominasi. Akankah suasana silang melintang nantinya masih mewarnai kelanjutan perjalanan KORPRI? Bolehlah kalau kita berharap agar hal itu tidak terjadi.(***)

SELAMAT TAHUN BARU 1430 HIJRIYAH

SELAMAT TAHUN BARU 1430 HIJRIYAH

TINGGALKAN SUASANA JAHILIYAH YANG CENDERUNG TERPECAH-BELAH,
SONGSONG SUASANA BARU YANG LEBIH CERAH DENGAN JALINAN UKHUWAH.

Sabtu, 27 Desember 2008

Meluruskan niat: IKHLAS MEMBANGUN KALTIM

Meluruskan Niat :
“IKHLAS MEMBANGUN KALTIM UNTUK SEMUA”
Menyambut Gubernur & Wakil Gubernur Terpilih Hasil Pilkada 2008
Oleh : Kunarso *)



Hidup adalah perbuatan, demikian bunyi sebuah iklan yang beberapa waktu lalu gencar disiarkan berbagai stasiun TV di negeri ini. Dalam bahasa lain, perbuatan adalah berarti amal, sehingga berbuat dapat berarti beramal bahkan kemudian kedua kata itu dapat digabung menjadi amal perbuatan.
Pendorong Amal . Manusia melakukan amal perbuatan didorong oleh adanya niat yang tertanam di dalam hati untuk mencapai suatu tujuan dengan anggapan akan menjadi puas jika tujuan itu dapat tercapai. Sementara itu bagi manusia yang percaya bahwa ada kehidupan akhirat yang kekal abadi setelah kehidupan yang fana di dunia ini, maka amal perbuatan mereka didorong oleh niat ikhlas untuk mencapai tujuan lebih jauh yaitu mendapatkan ridha Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kepadaNya semua akan kembali dengan bekal amal yang dimiliki.
Perusak Amal . Ada empat sifat buruk perusak amal, yaitu : riya’, ujub, sombong dan merasa besar, maka perlu berusaha meluruskan niat, menjaga agar amal tidak rusak.
Riya', adalah ingin mendapatkan pujian dari manusia atas amal baik yang telah dikerjakannya. Paling sedikit ada tiga tanda orang yang riya', yaitu dia akan menjadi giat melakukan suatu perbuatan ketika berada di tengah kerumunan orang; ia akan merasa malas jika tidak ada orang yang melihatnya (di tempat sepi); dan ia suka mendapatkan pujian atas apa saja yang dia kerjakan.
Ujub adalah sifat yang menganggap bahwa ia memiliki kesempurnaan, Terhadap Allah, ujub mengakibatkan lupa akan dosa-dosa, sehingga ia tak merasa perlu menyusulnya dengan taubat dan istighfar (meminta ampunan) kepada Allah. Sebaliknya, ia menganggap besar dan membanggakan amal dan ibadahnya. Ia merasa punya kedudukan di sisi Allah dan merasa memiliki hak atas amal-amalnya yang nota bene merupakan salah satu nikmat dan pemberian Allah. Ujub telah mengajaknya memuji dirinya sendiri dan menyatakan kesucian jiwanya. Padahal Allah telah mengingatkan :"'Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci (QS an-Najm:32)".
Kesombongan adalah anak kandung "ujub". Akar kesombongan adalah ujub. Sombong adalah melecehkan orang dan menolak kebenaran. Sifat sombong menuntut adanya pihak (orang lain) yang disombongi dan hal (sesuatu) yang dipakai untuk bersombong. Dalam hal inilah ujub berbeda dengan sombong. Ujub tidak menuntut adanya orang lain untuk diujubi. Jadi, orang tidak bisa sombong kecuali adanya orang lain. Al-Ghazali mengingatkan bahwa seburuk-buruk kesombongan adalah kesombongan yang menghalangi dari mendapatkan manfaat ilmu, menerima kebenaran, dan mengikuti kebenaran.


Merasa besar, setelah seseorang kembali ke jalan yang lurus, yakni taat melakukan amal baik, syetan terus membisikkan tipu dayanya dengan menyeret hati kepada gila popularitas di antara manusia dan merasa diri besar. Dia merasa perlu dihormati oleh orang lain dalam hal-hal tertentu. Syetan menggoda jiwa dengan menilai diri manusia itu telah diberi anugerah dari Allah yang lebih besar daripada kebanyakan orang lain,

Niat Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan segala amal perbuatannya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelaku riya’ akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Oleh karena itu, amal perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah SWT., perlu dibarengi dengan niat ikhlas dan menghindari sifat buruk perusak amal.

Dorongan Membangun Kaltim
Dorongan dan motivasi membangun Kaltim selama ini dengan slogan: “BANGGA MEMBANGUN KALTIM”. Semboyan itu seringkali ditulis besar sehingga terbaca dengan jelas dan banyak dipasang di depan pintu masuk kantor. Pemasangan semboyan itu juga banyak terlihat di depan pintu gerbang masuk lokasi lingkungan, kelurahan, desa, kabupaten maupun kota. Penulis tidak tahu persis asal mula penggunaan semboyan itu dan siapa yang melontarkan idenya. Yang jelas, pembangunan di Kaltim selama ini telah menimbulkan banyak korban termasuk para pelaksananya, baik eksekutif, legislatif maupun pihak lain yang membanggakan amalnya. Patut untuk disyukuri dan disambut gembira bahwa Gubernur Kaltim terpilih hasil Pilkada 2008 telah menyatakan akan mengubah slogan tersebut untuk lebih mendorong partisipasi dan dukungan masyarakat menjadi “MEMBANGUN KALTIM UNTUK SEMUA”. InsyaAllah akan lebih sempurna jika slogan itu ditambah kata “IKHLAS” di depannya sehingga ada nuansa religius. Lebih dari itu beban membangun Kaltim akan menjadi ringan, jika ikhlas.
Adalah saat yang tepat, bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim Terpilih nanti setelah dilantik mengawali kegiatannya dengan niat yang lurus dan mantap Bismillah: “IKHLAS MEMBANGUN KALTIM UNTUK SEMUA”.
*) Sekretaris Umum Masjid Jami’ Nurul Huda Loa Bakung Samarinda

MENGANGKAT BULAN SABIT

MENGANGKAT BULAN SABIT KEMBALI KE PUNCAK MASJID
Oleh: Kunarso

BULAN SABIT atau hilal yang muncul menandai datangnya awal bulan Muharam yaitu bulan pertama dalam Kalender Islam atau dikenal dengan Tahun Hijriyah belakangan ini selalu mendapat perhatian ummat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dan khususnya di Kota Samarinda. Berbagai macam agenda acara disusun untuk menyambutnya, ada tablig akbar, pawai, perlombaan, bakti sosial dan pemasangan spanduk di berbagai tempat strategi.
Apabila dicermati catatan sejarah kejadian pada masa lampau, maka dapatlah diketahui bahwa perhatian terhadap hilal sudah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW bahkan beliau memberikan contoh apabila melihat hilal maka beliau berdo'a.
Adapun contoh do'a dari Rasulullah Muhammad SAW dalam menyambut munculnya hilal tertera di dalam hadist diriwayatkan oleh Tirmidzi yang artinya sebagai berikut: "Dari Abdullah bin Umar r.a. menyatakan : Rasulullah jika melihat hilal (bulan sabit) lalu membaca: "Allahu Akbar, allahumma Ahillahu "alaina bil amni wal imani wassalamati wal Islami wattaufiqi lima tuhibbu watardha rabbuna wa rabbukallah".
(Artinya : Allah Maha Besar, Yaa Allah berikanlah kepada kami hilal (bulan sabit) yang membawa keamanan, keimanan, keselamatan, keIslaman serta berilah petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan sukai, Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah).
Adalah sangat tepat apabila doa tersebut diucapkan oleh segenap penduduk negeri ini pada saat nenyongsong hilal pada awal tahun hijriyah dengan harapan semoga kondisi bangsa dan negara dapat kembali membaik untuk waktu selanjutnya nanti.Dalam kondisi negara dan masyarakat Indonesia yang belum pulih dari suasana keprihatinan sebagai akibat dari berbagai krisis dan berlanjut dengan berbagai bencana yang telah melanda negeri ini, munculnya hilal seolah akan membawa pesan tersendiri bagi umat muslim agar tetap optimis dan bersemangat melangkah maju menuju masa depan yang segera datang. Bagaimana tidak ?
MENGGUGAH SPIRIT
Dengan terbit bulan sabit dapat membuat spirit tergugah untuk berharap bahwa bulan purnama akan datang, Insya Allah. Seperti yang pernah dikatakan oleh Buya Hamka : "Apabila bulan sabit terbit di ufuk barat, maka bolehlah berharap bahwa akan datang bulan purnama".Boleh jadi para ulama dan umat muslim di masa lampau sengaja memilih bulan sabit sebagai lambang setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang. Lambang yang penuh arti dan makna itu telah sekian lama menjadi kebanggaan umat muslim dan dipasang di puncak menara dan kubah masjid. Lebih dari itu, berbagai organisasi Islam menggunakannya sebagai lambang yang memberi makna untuk membesar dan berkembang di masa selanjutnya. Tidak heran apabila ternyata kemudian ada juga umat muslim yang menggunakannya sebagai ornamen penghias rumahnya.
Walaupun ada sementara orang yang tak peduli dengan arti penting lambang dan simbol, adalah tidak berlebihan jika dikatakan bahwa di dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia hampir selalu dihadapkan dengan lambang dan simbol. Ketika di rumah membaca buku, maka seseorang menghadapi lambang atau simbol bunyi berupa huruf dan ketika berjalan di jalan raya maka akan banyak terbantu oleh adanya lambang dan simbol pemberi petunjuk sehingga lalulintas menjadi lancar. Ketika beribadah, ternyata bahwa sebagian acara ritual ibadah agama Islam merupakan lambang yang penuh arti dan makna.
Ibadah haji contohnya, disana ada ritual melempar jumroh yang dilambangkan sebagai perlawanan terhadap syeitan yang menjadi musuh nyata umat manusia. Penyembelihan kurban dilambangkan sebagai ketaatan umat muslim memenuhi perintah Allah, SWT sebagaimana kesediaan Nabi Ibrahim mengorbankan putra yang disayanginya semata memenuhi perintah Yang Maha Kuasa. Bukan darah dan daging kurban yang akan sampai kepada Allah SWT melainkan taqwa.


MENGANGKAT BULAN SABIT
Penggunaan bulan sabit sebagai simbol di puncak masjid sudah sejak lama dilakukan oleh ummat muslim di masa lalu, kemudian setelah beberapa dekade sempat berkembang penggunaan simbol yang lain, maka kini kecenderungan terhadap penggunaan kembali lambang hilal atau bulan sabit kian berkembang dan semakin meluas setelah dipelopori oleh beberapa masjid besar kebangganan ummat muslim masa kini antara lain Masjid Agung Surabaya Jawa Timur dan Masjid Islamic Centre Samarinda Kalimantan Timur.
Tidak mustahil jika kemudian nanti akan semakin banyak lagi masjid baru yang memasang lambang hilal atau bulan sabit di atas kubah atau menara tanpa perlu menunggu adanya gerakan mengangkat bulan sabit kembali ke puncak masjid. Jika betul demikian, semangat dan optimisme ummat muslim untuk terus bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan gemilang bisa jadi akan dapat menjadi kenyataan bagaikan bulan sabit yang dari kecil kian membesar menjadi purnama yang menyinari Bumi ketika diselimuti kegelapan malam sehingga menjadi terang benderang, InsyaAllah.
Pada saat mengawali tahun baru hijriyah, ada baiknya jika segenap ummat muslim belajar untuk dapat mengerti dan memahami tentang manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah.
Perhitungan Kalender Tahun Hijriyah adalah berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, sedangkan perhitungan Kalender Tahun Miladiyah berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Lamanya waktu dalam setahun menurut perhitungan Tahun Hijriyah adalah 354 hari, sedangkan menurut perhitungan Tahun Miladiyah adalah 365 hari.
Sebenarnya jumlah hari dalam setahun tidak persis seperti angka tersebut, tetapi ada kelebihan beberapa jam, beberapa menit dan beberapa detik. Untuk koreksi terhadap adanya kelebihan waktu tersebut yang jumlahnya dalam empat tahun mencapai satu hari lebih, angka dalam perhitungan tahun Miladiyah setiap empat tahun ditambahkan satu hari yang diletakkan di bulan Februari. Bulan Februari yang biasanya adalah 28 hari pada tahun kabisat yang terjadi empat tahun sekali itu jumlahnya menjadi 29 hari seperti yang terjadi pada tahun 2000 Miladiyah.
Tak perlu heran, bahwa karena adanya perbedaan sebelas hari dalam setahun antara perhitungan Tahunn Hijriyah dan Tahun Miladiyah, maka dapat terjadi dua 'Idul Fitri pada tahun 2000 Miladiyah. Hal tersebut dapat terjadi karena menurut perhitungan Tahun Hijriyah telah mencapai setahun, tetapi menurut perhitungan tahun Miladiyah masih perlu melengkapi beberapa hari lagi sampai mencapai akhir Desember.
Nama Tahun Islam dikenal dengan Tahun hijriyah karena perhitungan awwal dimulai dari tahun terjadinya peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Sementara itu, tahun kalender yang berlaku umum disebut dengan Tahun Miladiyah karena dianggap perhitungannya dimulai dari tahun kelahiran (milad) Nabi Isa A.S. Manfaat penting dari penggunaan tahun hijriyah adalah agar ummat Muslim terdorong untuk berhijrah meninggalkan kondisi yang jelek menuju kondisi yang baik.

****Tulisan ini disajikan kembali dengan penggantian judul sesuai ide awal penulisannya dan ada juga sedikit perbaikan isi dari yang telah dimuat di Suara Kaltim tanggal 8 dan 9 April 2000 di halaman 7   dan di Harian Kutai Baru 29  dan 30 Maret 2001 Halaman 7.
*) Penulis: Pemerhati Lambang dan Simbol, Tinggal di Loa Bakung Samarinda.