Rabu, 30 September 2015

SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB DI WAKTU MENDATANG



SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB  TERTUNGGAK

BATAS hari terakhir waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan  (PBB) Tahun 2015  hari Rabu tanggal 30 September 2015.   Pagi hari penulis bergegas berangkat menuju ke kantor Dispenda Kota Samarinda agar bisa lebih awal datang dan tidak terlambat.  Sampai di tempat tujuan  terlihat ada tenda di halaman kantor, rupanya persiapan telah dipersiapkan maksimal untuk menyambut kedatangan para Wajib PBB yang akan banyak datang melakukan pembayaran  pada hari itu.  Hal yang perlu didahulukan adalah mengambil nomor antrian dan klarifikasi pajak tahun sebelumnya  untuk kemudian mendapatkan rincian tagihan PBB yang perlu dibayarkan.  Penulis  mendapat antrian nomor 27.
Begitu menghadap petugas klarifikasi, makapengecekan dilakukan dan dilihat di layar komputer kemudian  diberitahukan  bahwa  PBB tahun 2007 dan 2009 belum dibayar.  Maka penulis  tunjukkan bukti pembayaran tahun lalu dan penulis katakan bahwa  tahun lalu pada saat pembayaran sudah diklarifikasi PBB tahun sebelumnya.  Petugas kemudian  menuju ruang atasannya untuk konsultasi  dan kemudian kembali ke meja tempat pelayanan  mencetak rincian tagihan untuk saya,  Alhamdulillah tidak ada masalah lagi untuk tagihan tahun sebelumnya, maka penulis  kemudian  menuju kursi  untuk duduk  menunggu antrian.
Ketika hendak beranjak menuju tempat duduk para pengantri,  ada calon pembayar PBB datang dan menuju petugas klarifikasi. Mangesa Tandi Rerung  Wajib PBB yang beralamat di Kelurahan Sempaja Selatan itu  mengatakan bahwa telah menemukan bukti pembayaran PBB tahun 2007, 2009 dan 2011  yang tahun lalu pada saat akan membayar PBB tahun 2014 tetap diminta melunasinya karena menurut  data Dispenda  belum dibayar  walaupun mengaku  telah membayar tetapi tidak bisa menunjukkan bukti pelunasannya.  Mangesapun menanyakan kepada petugas  tentang bagaimana dengan uang PBB yang telah dibayar doble,  maka dengan ringan petugaspun menjawab bahwa uang  yang telah dibayar  doble akan diperhitungkan untuk pembayaran tahun berikutnya,  artinya uangnya tidak bisa diminta kembali berupa uang tunai.
Di tengah-tengah antri penulis memperhatikan rincian PBB yang akan dibayar,  penulis sempat dibuat kaget bahwa di dalam rincian tercantum jelas denda yang perlu dibayar,  tidak banyak memang hanya  2 (dua) persen  tetapi cukup mengganggu fikiran karena hari itu tanggal 30 September 2015 adalah batas hari terakhir pembayaran PBB seharusnya tidak terkena denda.  Ketika penulis tanyakan tentang hal itu maka petugas memberitahukan bahwa nanti pada saat pembayaran di loket tidak akan dihitung oleh petugas bank.   Rupanya kemudian petugas bank  diberitahu  tentang hal itu sehingga pada saat membayar tidak muncul denda di dalam bukti pembayaran.   Ketika kemudian saya perhatikan rincian PBB  yang tertera  pada nomor selanjutnya  terlihat sudah ada perbaikan, tidak lagi tertera denda.
Perasaan ikut bersedih  ketika mendengar penuturan Moh Basrowi warga Sempaja Barat  RT 25 yang duduk antri di sebelah penulis  yang mengaku telah membayar PBB  tahun 2007, 2009 dan 2011  tetapi tidak lagi menyimpan arsipnya  karena hilang ketika pindah rumah.  Petugas pengantar surat itu menyadari bahwa dirinya dalam posisi lemah tidak bisa membuktikan bahwa  dia telah rutin memenuhi kewajibannya membayar pajak setiap tahun karena dia selalu membayar bersamaan dengan saat ditugasi membayar pajak dari  institusi tempat kerjanya.  Penulis beritahu pengalaman tahun lalu yang pada saat  klarifikasi  ada bukti yang kurang  tetapi  penulis bisa meyakinkan petugas, maka diminta membuat pernyataan bahwa telah membayar PBB  untuk  tahun yang dalam catatan Dispenda masih kosong, maka penulis sarankan untuk mencobanya.  Rupanya yang bersangkutan kurang memiliki keberanian dan waktunya memang sudah terlalu mepet,  maka diapun  dengan berat hati membayar dua kali.   Boleh jadi  bukan hanya Moh. Basrowi yang  mendapatkan pengalaman pahit yang berat dirasakan di dalam hati  dan  selalu teringat  ketika akan membayar PBB tahun berikutnya lagi sebelum ada klarifikasi.
Berbeda dengan Fery Yonatan  yang tinggal  di RT 26  tidak jauh dengan Moh Basrowi  bertetangga RT selisih satu gang,  karena keberatan untuk membayar doble pada pembayaran tahun lalu maka ia menunda pembayaran dan kembali pulang untuk mencari bukti pembayaran  dan setelah ketemu baru kemudian kembali  melakukan pembayaran lain hari,  tentu saja apa yang dilakukan memerlukan waktu dan menambah biaya transportasi.
Penulis sendiri,  pada tahun 2014 yang lalu telah berpesan kepada anak sebelum berangkat ke tanah suci  agar dibayarkan PBB  dengan menyiapkan copy  bukti pembayaran tahun 2013.  Rupaya petugas bank berpegang pada catatan di komputer dan prosedur yang telah di tetapkan bahwa yang tidak menunjukkan bukti pelunasan terhadap ihutang PBB yang  di data Dispenda belum tercatat maka harus melunasi dulu dan baru bisa diterima pembayaran tahun berikutnya.   Anak penulis menginformasikan bahwa petugas bank tidak mau menerima pembayaran PBB  karena masih ada catatan pihutang PBB tahun 2007, 2009 dan 2011. Setelah mendapat informasi tersebut  maka penulis menelpon walaupun penulis sadar bahwa biaya telepon  dari tanah suci ke tanah air lebih mahal dari PBB yang harus dibayar,  penulispun berpesan agar ditunda dulu saja pembayaran PBBnya nanti setelah  datang  di tanah air penulis akan datang lansung ke Dispenda Kota Samarinda untuk klarifikasi dan membayarnya.   Pada tanggal 22 Desember 2014  penulis baru bisa datang ke Kantor Dispenda  dan kemudian membayar PBB dengan konsekuensi terkena denda.
Pengalaman pahit rupanya berulang atas pembayaran PBB pernah juga pernah  dialami  pada saat akan membayar PBB tahun 2006,  di catatan komputer bank terlihat bahwa  pembayaran PBB tahun 2005  masih nihil padahal penulis telah membayar melalui bank yang sama,  maka penulispun bertahan tidak membayar langsung pada saat itu dan baru membayar lain hari setelah membawa bukti pembayaran PBB tahun 2005.  Penasaran dengan fakta aneh itu, maka penulis memerlukan datang ke Kantor Pelayanan PBB yang pada saat itu berada di Jl.Basuki Rahmat Samarinda pada tanggal 9  Oktober 2006. Fakta baru ternyata menjadi lebih aneh lagi karena  ketika diperlihatkan data komputer kepada penulis tertera  bahwa pembayaran PBB tahun 2005 atas nama penulis  tertera jelas sudah lunas, justru untuk tahun 2004 tertera  masih nihil.
Upaya untuk  menghilangkan penasaran, maka pada tanggal 10 Oktober 2006 penulis membuat surat ke bank tempat pembayaran PBB dan Kantor Pelayanan PBB,  Alhamdulillah dari bank telah mendapatkan klarifikasi  dengan surat tertulis  yang menjelaskan bahwa uang pembayaran PBB telah disetor ke rekening yang ditentukan dilengkapi dengan bukti-bukti penyetorannya,  sedangkan dari Kantor Pelayanan PBB belum saya terima balasannya hingga pada saat  membuat tulisan ini.
Dengan harapan akan ada perbaikan untuk layanan PBB di waktu mendatang maka melalui tulisan ini penulis ajukan SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB  TERTUNGGAK  dengan penekanan tentang perlunya kecermatan dalam penagihan PBB yang tertunggak.  Alangkah baiknya jika memang perlu melakukan penagihan  terhadap pihutang PBB tertunggak untuk tahun yang telah lewat  bisa ditempuh prosedur dengan membuat surat tagihan secara resmi dan dikirim khusus kepada Wajib PBB sehingga ada kesempatan cukup bagi Wajib PBB  untuk menanggapi.  Dengan demikian penulis yakin bahwa tidak akan terlalu gampang  membuat tagihan terhadap pihutang PBB tertunggak karena perlu berhati-hati,  bisa jadi  Dispenda akan menjadi malu jika terbukti menagih PBB dua kali.  Seolah-olah yang berlaku dalam dua tahun terakhir ini  untung-untungan untuk menambah pemasukan daerah dari pembayaran PBB,  jika wajib PBB tidak terbiasa menyimpan bukti pelunasan PBB akan cenderung berada di posisi lemah dan terpaksa perlu membayar doble.  Seharusnya sebaliknya,  Dispenda yang perlu membuktikan bahwa benar-benar Wajib PBB masih tertunggak belum melunasi kewajibannya dengan didukung data akurat  baru kemudian membuat surat resmi tagihan baru secara tertulis dengan konsekuensi ketika kemudian Wajib Pajak dapat menunjukkan bukti telah lunas  maka pihak Dispenda perlu membuat klarifikasi dengan membuat surat  balasan  dan secara resmi meminta maaf kepada Wajib PBB atas terbitnya tagihan pihutang PBB dua kali.    http://www.azkun.blogspot.com