Senin, 28 Desember 2015
TPS 32 LOA BAKUNG, TPS PEDULI ANAK
PEMUNGUTAN Suara dalam Pilkada Kota Samarinda pada hari Rabu tanggal 9 Desember 2015 di TPS 32 Kelurahan Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang yang dikemas sebagai TPS PEDULI ANAK dimulai dengan Pengambilan Sumpah segenap Anggota KPPS dan Petugas LINMAS.
Pelaksanaan Pemungutan Suara sampai dengan Penghitungan Suara dilaksanakan mengikuti pedoman yang ada sehingga dapat berjalan dengan tertib, lancar dan aman.
Kunarso, Ketua KPPS 32 Loa Bakung yang juga adalah Ketua Panitia Pembangunan Taman Cerdas “GEMAR PENA” ini mengungkapkan bahwa gagasan tentang TPS Peduli Anak ini muncul sebagai antisipasi guna mencegah adanya kesulitan bagi petugas KPPS dan para pemilih yang memiliki anak kecil yaitu dengan menyediakan permainan untuk anak-anak agar asyik bermain dan tidak merepotkan orang tua yang sedang bertugas menjadi KPPS dan orang tua yang sedang menggunakan hak pilih melakukan pencoblosan surat suara di dalam bilik suara.
Para pemilih yang memiliki anak kecil menjadi senang dan bergegas berangkat menuju ke TPS dengan membawa serta anak-anaknya. Bersamaan dengan kegiatan yang berlangsung di dalam TPS, anak-anak yang ikut orang tua datang ke TPS memanfaatkan berbagai mainan yang disediakan di samping TPS.
TPS 32 yang unik ini ternyata berhasil menyita perhatian banyak pihak termasuk Lurah Loa Bakung Fahmi Muzakkir, S.Ag., para petugas pengawas, pemantau dan juga para warga pengguna hak pilih, apalagi ketika mereka tahu bahwa Tepian TV Samarinda meliputnya untuk bahan berita. Benar rupanya, ketika sore hari berita itu disiarkan maka wargapun bertambah senang dan dengan penuh antusias menyaksikannya.
Adalah tidak berlebihan jika kemudian Warga berharap agar Taman Cerdas yang telah digagas untuk dibangun di Jl. Jakarta Blok D1 RT 44 Kelurahan Loa Bakung Samarinda dapat segera direalisasikan dengan bantuan Pemerintah Kota Samarinda yang dipimpin oleh Walikota dan Wakil Walikota hasil Pilkada 9 Desember 2015.
https://www.facebook.com/infogresia/videos/965289906890251/?theater
https://www.facebook.com/infogresia/videos/965289906890251/?theater
https://www.facebook.com/azkuna/media_set?set=a.1099374193421166.1073741944.100000457866691&type=3&uploaded=39
https://www.facebook.com/azkuna/media_set?set=a.1099374193421166.1073741944.100000457866691&type=3&uploaded=39
https://www.facebook.com/infogresia/videos/965289906890251/?theater
https://www.facebook.com/azkuna/media_set?set=a.1099374193421166.1073741944.100000457866691&type=3&uploaded=39
https://www.facebook.com/infogresia/videos/965289906890251/?theater
Rabu, 30 September 2015
SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB DI WAKTU MENDATANG
SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB TERTUNGGAK
BATAS hari terakhir
waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) Tahun 2015 hari Rabu
tanggal 30 September 2015. Pagi hari penulis
bergegas berangkat menuju ke kantor Dispenda Kota Samarinda agar bisa lebih awal datang
dan tidak terlambat. Sampai di tempat tujuan
terlihat ada tenda di halaman kantor,
rupanya persiapan telah dipersiapkan maksimal untuk menyambut kedatangan para Wajib
PBB yang akan banyak datang melakukan pembayaran pada hari itu.
Hal yang perlu didahulukan adalah mengambil nomor antrian dan
klarifikasi pajak tahun sebelumnya untuk
kemudian mendapatkan rincian tagihan PBB yang perlu dibayarkan. Penulis mendapat antrian nomor 27.
Begitu menghadap
petugas klarifikasi, makapengecekan dilakukan dan dilihat di layar komputer
kemudian diberitahukan bahwa
PBB tahun 2007 dan 2009 belum dibayar.
Maka penulis tunjukkan bukti
pembayaran tahun lalu dan penulis katakan bahwa tahun lalu pada saat pembayaran sudah diklarifikasi
PBB tahun sebelumnya. Petugas
kemudian menuju ruang atasannya untuk
konsultasi dan kemudian kembali ke meja
tempat pelayanan mencetak rincian
tagihan untuk saya, Alhamdulillah tidak
ada masalah lagi untuk tagihan tahun sebelumnya, maka penulis kemudian
menuju kursi untuk duduk menunggu antrian.
Ketika hendak beranjak
menuju tempat duduk para pengantri, ada
calon pembayar PBB datang dan menuju petugas klarifikasi. Mangesa Tandi Rerung Wajib PBB yang beralamat di Kelurahan Sempaja
Selatan itu mengatakan bahwa telah
menemukan bukti pembayaran PBB tahun 2007, 2009 dan 2011 yang tahun lalu pada saat akan membayar PBB
tahun 2014 tetap diminta melunasinya karena menurut data Dispenda
belum dibayar walaupun mengaku telah membayar tetapi tidak bisa menunjukkan
bukti pelunasannya. Mangesapun
menanyakan kepada petugas tentang
bagaimana dengan uang PBB yang telah dibayar doble, maka dengan ringan petugaspun menjawab bahwa
uang yang telah dibayar doble akan diperhitungkan untuk pembayaran
tahun berikutnya, artinya uangnya tidak
bisa diminta kembali berupa uang tunai.
Di tengah-tengah antri
penulis memperhatikan rincian PBB yang akan dibayar, penulis sempat dibuat kaget bahwa di dalam
rincian tercantum jelas denda yang perlu dibayar, tidak banyak memang hanya 2 (dua) persen tetapi cukup mengganggu fikiran karena hari itu
tanggal 30 September 2015 adalah batas hari terakhir pembayaran PBB seharusnya
tidak terkena denda. Ketika penulis
tanyakan tentang hal itu maka petugas memberitahukan bahwa nanti pada saat
pembayaran di loket tidak akan dihitung oleh petugas bank. Rupanya kemudian petugas bank diberitahu
tentang hal itu sehingga pada saat membayar tidak muncul denda di dalam
bukti pembayaran. Ketika kemudian saya
perhatikan rincian PBB yang tertera pada nomor selanjutnya terlihat sudah ada perbaikan, tidak lagi
tertera denda.
Perasaan ikut bersedih ketika mendengar penuturan Moh Basrowi warga
Sempaja Barat RT 25 yang duduk antri di
sebelah penulis yang mengaku telah
membayar PBB tahun 2007, 2009 dan 2011 tetapi tidak lagi menyimpan arsipnya karena hilang ketika pindah rumah. Petugas pengantar surat itu menyadari bahwa
dirinya dalam posisi lemah tidak bisa membuktikan bahwa dia telah rutin memenuhi kewajibannya
membayar pajak setiap tahun karena dia selalu membayar bersamaan dengan saat
ditugasi membayar pajak dari institusi
tempat kerjanya. Penulis beritahu
pengalaman tahun lalu yang pada saat klarifikasi
ada bukti yang kurang tetapi penulis bisa meyakinkan petugas, maka diminta
membuat pernyataan bahwa telah membayar PBB
untuk tahun yang dalam catatan Dispenda
masih kosong, maka penulis sarankan untuk mencobanya. Rupanya yang bersangkutan kurang memiliki
keberanian dan waktunya memang sudah terlalu mepet, maka diapun
dengan berat hati membayar dua kali.
Boleh jadi bukan hanya Moh.
Basrowi yang mendapatkan pengalaman
pahit yang berat dirasakan di dalam hati
dan selalu teringat ketika akan membayar PBB tahun berikutnya
lagi sebelum ada klarifikasi.
Berbeda dengan Fery
Yonatan yang tinggal di RT 26
tidak jauh dengan Moh Basrowi
bertetangga RT selisih satu gang,
karena keberatan untuk membayar doble pada pembayaran tahun lalu maka ia
menunda pembayaran dan kembali pulang untuk mencari bukti pembayaran dan setelah ketemu baru kemudian kembali melakukan pembayaran lain hari, tentu saja apa yang dilakukan memerlukan
waktu dan menambah biaya transportasi.
Penulis sendiri, pada tahun 2014 yang lalu telah berpesan
kepada anak sebelum berangkat ke tanah suci
agar dibayarkan PBB dengan
menyiapkan copy bukti pembayaran tahun
2013. Rupaya petugas bank berpegang pada
catatan di komputer dan prosedur yang telah di tetapkan bahwa yang tidak menunjukkan
bukti pelunasan terhadap ihutang PBB yang di data Dispenda belum tercatat maka harus
melunasi dulu dan baru bisa diterima pembayaran tahun berikutnya. Anak penulis menginformasikan bahwa petugas
bank tidak mau menerima pembayaran PBB
karena masih ada catatan pihutang PBB tahun 2007, 2009 dan 2011. Setelah
mendapat informasi tersebut maka penulis
menelpon walaupun penulis sadar bahwa biaya telepon dari tanah suci ke tanah air lebih mahal dari
PBB yang harus dibayar, penulispun
berpesan agar ditunda dulu saja pembayaran PBBnya nanti setelah datang
di tanah air penulis akan datang lansung ke Dispenda Kota Samarinda
untuk klarifikasi dan membayarnya. Pada
tanggal 22 Desember 2014 penulis baru
bisa datang ke Kantor Dispenda dan
kemudian membayar PBB dengan konsekuensi terkena denda.
Pengalaman pahit
rupanya berulang atas pembayaran PBB pernah juga pernah dialami pada saat akan membayar PBB tahun 2006, di catatan komputer bank terlihat bahwa pembayaran PBB tahun 2005 masih nihil padahal penulis telah membayar melalui
bank yang sama, maka penulispun bertahan
tidak membayar langsung pada saat itu dan baru membayar lain hari setelah
membawa bukti pembayaran PBB tahun 2005.
Penasaran dengan fakta aneh itu, maka penulis memerlukan datang ke
Kantor Pelayanan PBB yang pada saat itu berada di Jl.Basuki Rahmat Samarinda
pada tanggal 9 Oktober 2006. Fakta baru
ternyata menjadi lebih aneh lagi karena ketika diperlihatkan data komputer kepada
penulis tertera bahwa pembayaran PBB
tahun 2005 atas nama penulis tertera
jelas sudah lunas, justru untuk tahun 2004 tertera masih nihil.
Upaya untuk menghilangkan penasaran, maka pada tanggal 10
Oktober 2006 penulis membuat surat ke bank tempat pembayaran PBB dan Kantor
Pelayanan PBB, Alhamdulillah dari bank
telah mendapatkan klarifikasi dengan
surat tertulis yang menjelaskan bahwa
uang pembayaran PBB telah disetor ke rekening yang ditentukan dilengkapi dengan
bukti-bukti penyetorannya, sedangkan
dari Kantor Pelayanan PBB belum saya terima balasannya hingga pada saat membuat tulisan ini.
Dengan harapan akan ada
perbaikan untuk layanan PBB di waktu mendatang maka melalui tulisan ini penulis
ajukan SARAN PERBAIKAN PROSEDUR PENAGIHAN PIHUTANG PBB TERTUNGGAK dengan penekanan tentang perlunya kecermatan dalam penagihan PBB yang tertunggak. Alangkah baiknya jika memang perlu melakukan penagihan terhadap pihutang PBB tertunggak untuk tahun yang telah lewat bisa ditempuh prosedur dengan membuat surat tagihan secara resmi dan dikirim khusus kepada Wajib PBB sehingga ada
kesempatan cukup bagi Wajib PBB untuk
menanggapi. Dengan demikian penulis yakin
bahwa tidak akan terlalu gampang membuat tagihan terhadap pihutang PBB tertunggak
karena perlu berhati-hati, bisa
jadi Dispenda akan menjadi malu jika
terbukti menagih PBB dua kali.
Seolah-olah yang berlaku dalam dua tahun terakhir ini untung-untungan untuk menambah pemasukan daerah dari
pembayaran PBB, jika wajib PBB tidak terbiasa
menyimpan bukti pelunasan PBB akan cenderung berada di posisi lemah dan
terpaksa perlu membayar doble.
Seharusnya sebaliknya, Dispenda
yang perlu membuktikan bahwa benar-benar Wajib PBB masih tertunggak belum melunasi kewajibannya
dengan didukung data akurat baru kemudian membuat surat resmi tagihan baru secara tertulis dengan konsekuensi ketika
kemudian Wajib Pajak dapat menunjukkan bukti telah lunas maka pihak Dispenda perlu membuat klarifikasi
dengan membuat surat balasan dan secara resmi meminta maaf kepada Wajib PBB atas terbitnya tagihan
pihutang PBB dua kali. http://www.azkun.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)